Slalu Ada Kebaikan di Balik Kelembutan
Suatu hari, sekelompok orang Yahudi lewat dihadapan Rosululloh. Mereka mengucapkan salam kepada Nabi ( ) ‘Kecelakaan bagimu’. Ibunda Aisyah yang mendengar ucapan itupun paham, betapa busuk dan jelek maksud dari salam orang-orang Yahudi. Aisyah kemudian menjawab salam itu ( ) ‘Dan bagi kalian kecelakaan dan laknat’. Rosululloh yang mendengar ucapan istri tercintanya itupun bersabda :
‘Wahai Aisyah, sesungguhnya Alloh menyukai kelembutan disetiap urusan’
Suatu hari, sekelompok orang Yahudi lewat dihadapan Rosululloh. Mereka mengucapkan salam kepada Nabi ( ) ‘Kecelakaan bagimu’. Ibunda Aisyah yang mendengar ucapan itupun paham, betapa busuk dan jelek maksud dari salam orang-orang Yahudi. Aisyah kemudian menjawab salam itu ( ) ‘Dan bagi kalian kecelakaan dan laknat’. Rosululloh yang mendengar ucapan istri tercintanya itupun bersabda :
‘Wahai Aisyah, sesungguhnya Alloh menyukai kelembutan disetiap urusan’
Aisyah pun berkata, ‘Tidakkah engkau mendengar ucapan mereka wahai Rosululloh ?’Nabipun menjawab : ‘Sudah kujawab dan atasmu’. (Shohih Bukhori, Hadits no. 6024)
Abu Ubaid mengatakan, bahwa maksud dari ( ) adalah kematian atau kematian yang cepat.
Betapa busuk dan jelek batin orang kafir. Betapa besar kebencian dan kejengkelan mereka terhadap Islam. Maka tak heran jika Aisyah ra. istri Rosululloh pun gerah mendengar ucapan orang Yahudi itu. Hingga menjawab salam palsu mereka dan mendo’akan laknat Alloh atas mereka.
Bila ada orang kafir yang mengucap salam kepada kaum muslimin, maka hendaknya dijawab ( ) ‘Dan bagi kalian apa yang kalian katakan’ atau ( ) ‘Dan atas kamu’ sebagaimana yang dicontohkan oleh Rosululloh. Namun Rosululloh tidak serta-merta membenarkan ucapan istrinya itu. Bahkan beliau menasihati istrinya dan melarangnya mengucapkan laknat. Beliau masih sempat mengajarkan adab mulia kepada istrinya, hingga tidak terbiasa mengucapkan ucapan yang kurang sopan dan tidak berlebihan dalam keburukan. Padahal itu adalah situasi yang lumrah dimana orang yang dihina pasti akan marah dan bisa jadi mendoakan keburukan.
Makna Ar Rifqu
Dari tinjauan bahasa, Ar Rifq sebagaimana dijelaskan Ibnu Mandhur dalam Lisanul Arobnya. Ar Rifq Berarti Sesuatu yang tipis, halus dan lembut. Atau lawan dari kata Al ‘Anfu atau Asy Syiddah. Yaitu yang keras, kejam dan bengis.
Suatu hari saat Nabi berkumpul dengan sahabatnya yang tercinta, datanglah seorang badui, kemudian sang badui kencing dalam masjid.
عَنْْ أَنَسِْ بْنِْ مَالِ كْ : أَ نْ أَعْرَابِ يّا بَالَْ فِي الْمَسْجِدِْ فَقَامُوا إِلَيْهِْ فَقَالَْ رَسُولْ اللَِْ صَل ى اللَ عَلَيْهِْ وَسَل مَْ لَْ مُوهُْ تُزْرِ ثُ مْ دَعَا بِدَلْ وْ مِنْْ
مَا ءْ فَصُ بْ عَلَيْهِْ
Dari Anas bin Malik : ‘Sesungguhnya seorang badui kencing dalam masjid. Maka para sahabat berdiri hendak menghalaunya. Kemudian Rosululloh bersabda : ‘Janganlah kalian menghalaunya’. Kemudian beliau meminta seember air dan disiramkan diatas bekas kencing’. (Shohih Muslim, Hadits no. 659).
Imam An Nawawi mengatakan : ‘Hadits ini menunjukkan sifat Rifq Rosululloh kepada sang badui. Dimana beliau tidak bersikap keras dan menyakiti badui itu selama tidak menyelisihi atau menentang urusan Islam.’
Juga berfaidah bahwa Nabi mencegah timbulnya dua bahaya/kerugian dengan menghilangkan bahaya yang lebih besar. Kencingnya si badui dalam masjid adalah sebuah dhoror (bahaya/kerugian). Namun tercecernya kencing adalah bahaya yang lebih besar. Bila tidak mungkin menghilangkan keduanya, maka di pilih bahaya yang lebih kecil dan menghilangkan bahaya yang lebih besar.
Bukankah kencing dalam masjid adalah tindakan kurang ajar ?. Bukankah itu bisa bermakna penghinaan terhadap Dien ini ?. Namun betapa janggal dan mengganjal perkara itu, Rosululloh dengan kelembutan dan kematangan akalnya mampu mengajari jutaan umatnya tentang beberapa hukum syar’I dari kejadian itu…
Yang Lembut dan Kasar
Alloh berfirman :
ي
‘Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir’… (Al Maidah : 54)
Al Hafidz Ibnu Katsir berkata : ‘Ayat ini mengabarkan keagungan Alloh, bahwa Ia akan menggantikan kaum yang berpaling dari menolong Diennya dengan kaum yang lebih kuat pembelaannya dan lebih lurus jalannya.’
Diantara ciri mereka :
Pertama, mereka mencintai Alloh dan Alloh pun mencintai mereka.
Kedua, bersikap lemah lembut dan tentu saja keras terhadap orang kafir.
Ibnu Katsir mensifati dengan orang yang tawadhu’ dan merendahkan diri dihadapan saudaranya dan walinya. Namun disatu saat ia berubah garang kepada lawannya.
Begitu pula Rosululloh, beliau disifati dengan “ ض ل ” yaitu yang banyak tersenyum dan berperang. Maksudnya beliau sangat ramah dan murah senyum pada kaum muslimin. Tapi dibalik keramahan dan kelembutannya, beliau juga berperang dan berkonfrontasi dengan musuhnya.
Yang Manis dan Pahit dirasa
Rosululloh bersabda :
مَثَلْ الْمُؤْمِنِينَْ فِي تَوَادِّهِمْْ وَتَرَاحُمِهِمْْ وَتَعَاطُفِهِمْْ مَثَلْ الْجَسَدِْ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُْ عُضْ وْ تَدَاعَى لَهُْ سَائِرُْ الْجَسَدِْ بِال سهَرِْ وَالْحُ مى
‘Permisalan seorang mukmin dalam kecintaan, berkasih sayang dan berlemah lembut ibarat satu badan. Jika satu anggota badan mengeluh sakit, maka sekujur tubuh akan meresakan sakit dan demam.’ (HR Muslim, Hadits no. 6586).
Betapa indah bila kaum muslimin hidup dengan petunjuk Robbnya. Menghiasi perjalanan panjangnya ke negeri akhirat sembari bernaung dibawah payung hidayah.
Betapa indah cerita kehidupan sahabat dan kaum salaf dalam berkasih sayang, seindah dongeng pengantar tidur yang lebih dekat dengan alam khayal. Akibat gersangnya hati dan jauhnya hidup dari petunjuk Qur’ani.
Apalah susahnya bila sedikit bermuka manis dan bertutur lembut dihadapan saudara seiman. Adakah yang lebih besar dari janji pahala yang bakal Alloh berikan kepada orang yang berlemah lembut pada saudaranya ?.
عَنْْ أَبِي ذَ رْ قَالَْ : قَالَْ لِيَْ ال نبِ يْ صَل ى اللَ عَلَيْهِْ وَسَل مَْ لَْ تَحْقِرَ نْ مِنْْ الْمَعْرُوفِْ شَيْ ئا وَلَوْْ أَنْْ تَلْقَى أَخَاكَْ وَجْ هْ بِ طَلْ قْ
‘Dari Abi Dzar beliau berkata : ‘Nabi e berkata kepadaku. Janganlah kau remehkan hal yang ma’ruf itu sedikitpun. Meski hanya bermuka manis dihadapan saudaramu.’ (Shohih Muslim, Hadits no. 6690).
Senyum adalah satu contoh kecil bentuk kelembutan dan kasih sayang seseorang. Sungguh banyak kelembutan lain yang bisa kita sajikan dan persembahkan kepada saudara seiman. Sebuah pepatah mengatakan ‘Senyum adalah jarak terdekat antar kedua manusia’.
Berkata penuh santun, sadar akan kekurangan masing-masing. Namun bukan berarti mentolerir satu kemunkaran dan kemaksiatan.
Rosululloh bersabda :
انْصُرْْ أَخَاكَْ ظَالِ ما أَوْْ مَظْلُو ما
‘Tolonglah saudaramu dalam keadaan dholim maupun didholimi’. (Shohih Bukhori, Hadits no. 2443).
Menolong saudara yang terdholimi adalah hal yang maklum. Namun bagaimanakah menolong saudara yang berbuat dholim ?. Para ulama menjelaskan bahwa cara menolongnya adalah dengan mencegahnya dari berbuat kemunkaran. Maka perlu dipahami bahwa mencegah dan melarang seseorang yang akan berbuat kemunkaran merupakan satu bentuk kasih sayang meski terkadang pahit dirasa. Namun perlu diperhatikan pula adab dalam beramar makruf nahi munkar.
Ibnu Rojab Al Hanbali dalam Jami’ul Ulum wal Hikam menyatakan bahwa dalam beramar Makruf Nahi Munkar hendaknya dipilih cara yang paling baik. (( ب / paling berkenan dihati.
Pernah suatu ketika Khalifah Harun Ar Rosyid di tegur dengan perkataan yang sangat keras atas sebuah kesalahan. Selesai ditegur, beliau berkata pada orang yang menegurnya : ‘Sesungguhnya Musa, orang yang lebih baik darimu diutus kepada Fir’aun orang yang lebih buruk dariku. Namun Alloh berfirman kepada Musa dan Harun :
‘maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”. (Thoha : 44).
Segala sesuatu hendaknya ditempatkan pada tempatnya. Begitu pula kelembutan dan permusuhan hendaknya ditempatkan dan berikan sesuai porsinya. Kecintaan dan kelembutan jangan sampai tertukar dengan sikap keras dan permusuhan. Satu hal yang terkadang kurang disadari, pernahkah kita menghitung berapa kali kita bersikap keras kepada saudara seiman. Menampakkan dan menyombongkan kebaikan didepan saudara kita. Menunjukkan dan menahbiskan diri sebagai yang paling wah… dan paling unggul dalam ketaatan kepada Alloh. Sedikit angkuh dan bisa jadi menganggap rendah saudara kita. Satu sikap yang bisa jadi melempem jika berhadapan dengan para wali setan. Wal I’yadzu Billah.
Bukankah Alloh berfirman :
‘Mereka bakhil terhadapmu, apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk berbuat kebaikan. Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapuskan (pahala) amalnya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.’ (Al Ahzab : 19)
Disaat aman, seolah mereka adalah orang yang paling kuat dan paling dekat kepada Alloh. Namun bagaimana bila kondisi genting, musuh menyerang dan ajal seakan tak henti mengintai. Masihkah kita ‘mampu’ berlaku sombong atas kebaikan yang kita miliki sembari merendahkan saudara seiman yang lain. Atau hanya diam dan melempem bagai krupuk tersiram air bila dihadapkan dengan kekuatan wali setan… ?
Tapi satu yang tak terpungkiri, tidaklah kelembutan itu menghiasi sesuatu kecuali akan mendatangkan kebaikan…Wallohul Musta’an.
Maroji’ :
1. Al Qur’an Al Kariim
2. Tafsir Al Qur’anul ‘Adhim : Al Hafizh Ibnu Katsir
3. Shohih Bukhori : Muhammad bin Ismail Al Bukhori, Darus Salam Riyadh, Cetakan Pertama 1417 H
4. Shohih Muslim : Muslim bin Hajjaj An Naysaburi, Darus Salam Riyadh, Cetakan Pertama 1419 H
5. Fahul Bari : Ibnu hajar Al Asqolani
6. Syarhu Shohih Muslim : Imam An Nawawi
7. Jami’ul Ulum wal Hikam : Ibnu Rojab Al Hanbali
8. Lisanul Arob : Ibnu Mandhur
Salam dari blogger PNK
-Tri Putera-